Pulang!

Pukul 13.30. Jam pulang sekolah.

Yah… memang Haekal adalah anak kelas 2 SMA. Tapi menunggu 5 menit saja untuk tak segera pulang ia tak bisa. 13.30 + 15 menit.Ya. 15 menit adalah waktu yang telah diperhitungkan oleh Ibunya untuk perjalanan pulang dari rumah ke sekolah. Terlambat? Itu bisa jadi masalah besar.

“Kal… Haekal.. tunggu” ucap seorang cewek berjilbab yang disebut-sebut sebagai bintang kelas saingan Haekal.

“Ada apa Al?”

“Kita kan ada tugas kelompok, power-point ekonomi”

“Gini aja, aku yang cari materinya, besok aku kasih kamu” Haekal tak ingin lama-lama ngobrol dengan Alda.

“Oh ya.. ok, uda tahu apa aja kan?”

“Belum, kamu catet nomorku ya, nanti sore sms apa aja yang harus aku cari”

“Ok.. ”

Setelah memberikan nomor Hpnya, Haekal langsung pergi tanpa pamit. Seperti Ibu-Ibu yang terburu-buru akan mengangkat jemuran karena hujan.

“Alda.., gimana pembagian tugasnya ?” Lisa menghamipiri Alda. Begitu juga dengan Lukman yang satu kelompok dengan mereka.

“Kalian berdua bagian presentasi ya, biar aku yang buat power-point, dan Haekal cari materi, karna dia buru-buru pulang”

“Ok deh.., eh emang dia kan orangnya gitu.. nggak bisa nunggu 5 menit aja saat bel pulang bunyi” ucap Lisa yang memahami kebingunganku.

“Iya.. kan anak mami tu..” Luqman menambah.

“Oh gitu ya…” Alda mengangukkan kepala, tanda mengerti.

“Aneh sih, tapi aku yakin dia punya alasan, mana mungkin cowok seneng di rumah kan? Kecuali ada alasan khusus? ” batin Alda dalam hati yang sebenarnya masih penasaran dengan Haekal.

***

Pukul 13.55

Umi sudah menunggu di depan rumah. Umi menghampirinya, memeriksa motor dan menyentuh pundak Haekal. Umi mengucapkan kata-kata yang Ia ucapkan 2 tahun lalu, ketika Haekal terlambat pulang.

“Kamu baik-baik saja kan nak? ”

“Iya Umi… aku baik, cuma tadi diskusi bentar karena ada tugas kelompok”

Umi memeluk Haekal erat, seperti mereka tidak berjumpa selama berpuluh-puluh tahun. Dan itu hanya karna Haekal terlambat pulang 10 menit.

Haekal ganti baju, dan di meja makan telah tersaji makan siang untukknya. Tentu saja Umi yang menyiapkannya. Haekal makan bersama Ibunya. Karena Abi masih di kantor.

“Oh..ya.. tadi kamu kerja kelompok dengan siapa?”

“Namanya Alda, sainganku dikelas.. yang kemarin rangking 2”

“Besok lagi, kalau mau kerja kelompok, ajaklah teman-temanmu ke rumah, Ibu tidak keberatan, asal kamu tidak telat pulang kerumah ”

“Ini cuma pembagian tugas Mi, Sepuluh menit juga cukup”

“Tapi Umi tetap tidak suka”

Baru telat 10 menit Umi sudah seperti ini. Tapi Haekal selalu mencoba mengerti bagaimana keadaan Ibunya itu, selama beliau tidak mencampuri masalah pertemanan Haekal disekolah, Haekal selalu mengalah. Itu adalah perjanjian di antara mereka saat Haekal kelas 2 SMP. Karena Ibunya pernah memarah teman Haekal yang menyebabkan dia terlambat pulang ke rumah.

“Pengertian, dasr, syrt trbntknya, bgamna pengelolaan serta mcm2 koperasi, kl ad tmbhn gpp, cuma it aj Kal, by Alda” Umi membaca sms dari Alda.

“Haekal.., ini ada sms, maaf sudah Umi buka, karna tadi Cuma nomor, Umi kira dari kantor Abi”

***

Hari berikutnya…

Karna kesibukan Alda sebagai anggota Rohis, jadi hari ini dia nggak masuk kelas, dan tibalah waktu pulang sekolah. “Kal.. flasnya…, km dmana?” sms masuk di Hp Haekal.

“Aku di parkiran Da, cepet”

“Bentar.. tungguin ya aku ke sana..”

Sampai di rumah.. seperti kemarin.. telat 10 menit lagi…

“Umi.. maaf..tadi ada diskusi bentar dengan kelompok ..”

“Sama ALDA? ”

“Iyaa.. tadi kan ada acara Rohis gitu, jadi dia nggak ada di kelas, trus aku nunggu dia bentar deh..”

“Jadi kamu lebih mementingkan urusan flas disk dengan Alda daripada Umi yang khawatir nunggu kamu dirumah”

Sepertinya Umi tidak senang dengan kata-kata ku barusan. Aku diam, karna tak ingin memperburuk keadaan.

***

“Assalamu’alaikum…” Alda mengangkat telepon.

“Wa’alaikumsalam…, benar ini dengan nak Alda?”

“Iya… ini dengan siapa ya..?”

“Saya Ibunya Haekal.. nak Alda bisa keluar sebentar? Ada yang ingin Ibu bicarakan, Ibu di depan sekolah”

Alda celingak-celinguk di depan gerbang sekolah. Kemudian Ibu-Ibu berjilbab menghampirinya.

“Nak Alda?”

“Iya.. tante Ibunya Haekal?”

“Saya Niken, Ibunya Haekal, Bagaimana kalau kita ngobrol di dalam mobil tante saja”

Umi dan Alda berbincang-bincang di dalam mobil.

Umi menyodorkan foto anak kecil yang kira-kira berumur 7 atau 8 tahun.

“Ini siapa bu?” Alda memberanikan bertanya.

“Itu anak pertama saya, Akbar namanya.., kakaknya Haekal”

“Saya baru tahu Haekal punya kakak..”

“Tapi ia meninggal umur 7 tahun.., mungkin Haekal tidak ingat, karna dia masih kecil”

“Oh.. maafkan saya bu..”

“Tidak apa-apa.. saya  cuma mau bilang,Kakaknya itu bandel, tidak langsung pulang kerumah, dia malah main lempar koin dengan teman-temannya..  tapi…” Bu Niken berhenti sebentar.

“Koin itu terkena kornea mata Akbar, Akbar pendarahan… kata dokternya.. kemungkinan Akbar sembuh sangat kecil, tapi jika dia sembuh sekalipun, dia akan mengalami kebutaan…”

Alda bingung harus  bagaimana….

“Sekarang semua jelas, kenapa Haekal nggak pernah pulang telat, karna dia sayang Uminya, walaupun di kelas dia selalu diejek oleh teman-teman cowok” batin Alda

Saat akan pulang, Haekal yang mengenali mobil merah milik Ibunya itu berhenti.

“Umii…,” Haekal mengetuk kaca mobil, namun dia kaget mendapati Alda ada disana.

Ketika mendapati Ibunya menangis, sepertinya Haekal marah. Bu Niken mengelap pipinya kemudian keluar dari mobil. Alda juga ikut keluar.

“Umi udah janji sama aku kalau Umi nggak akan mencampuri hubungan ku dengan teman-teman, tapi Umi mengulangi hal yang sama, karna 2 kali aku telambat 10 menit”

“Kal.. Umi tidak bermaksud menceritakan semua pada teman-temanmu, Umi cuma mau Alda…”

“Aku kecewa sama Umi..” Belum selesai Umi berbicara, Haekal memotong, lalu melaju cepat dengan sepada motor miliknya.

“Haekal…”

Alda tak pernah mendapati Haekal semarah ini sebelumnya.

“Maaf ya nak Alda.. jadi seperti ini..”

“Nggak apa-apa tante.., kalau begitu saya permisi” Alda bermaksud pulang.

“Tunggu, nak Alda bisa tidak menemani tante ke suatu tempat? Sebentar saja kok”

“Boleh deh tante..” Alda masuk kembali ke mobil.

***

            Sampai di sebuah pusara dengan nama Akbar Fauzi Bintoro. Suasana begitu hening. Namun, beberapa saat tangis Ibu Niken memecah keheningan.

“Nak Alda… ini amanah Tuhan yang diberikan padaku, namun aku tak dapat menjaganya dengan baik…”

“Maafkan Umi nak…” Ibu Niken sesengukan

Setelah cukup lama Alda berdiam diri, dia memberanikan diri untuk bicara.

“Saya mengerti bagaimana rasanya kehilangan orang yang kita cintai, saya mengerti bagaimana rindunya tante pada anak tante…., tapi, bukankah Tuhan juga yang mengambil kembali titipannya? Hal itu Tuhan lakukan karna Tuhan sangat menyayangi anak tante, atau karna Tuhan sedang menguji tante, saya yakin tante sanggup menjalaninya… ”

“Alda benar  Umi…, Umi adalah Ibu paling kuat di seluruh dunia” Ternyata Haekal ada di belakang Umi dan Alda.

“Tapi Kamu belum pernah jadi Ibu kan? Kamu mana ngerti!” Umi menunjuk Alda.

“Dan kamu Kal! Kamu juga pasti sudah melupakan kejadian itu, dulu kamu masih kecil! Tapi Umi! Umi tidak akan pernah melupakanya, Akbar anak Umi!! Kalian belum pernah punya anak kan?” Umi mengeraskan suaranya dengan dipenuhi tangisan.

“Kalau tante pikir hanya tante yang pernah kehilangan, TANTE SALAH! 6 tahun lalu, kami sekeluarga kecelakaan, Kakak, Adik dan… Ibu saya meninggal, hanya saya dan Ayah yang selamat…” Alda berhenti sejenak, suaranya terdengar parau.

“Tapi saya bisa hidup bahagia berdua dengan Ayah saya! Sementara tante masih punya SUAMI, DAN HAEKAL yang selau menuruti kata-kata Anda” Alda melanjutkan dengan lembut karena tak bisa menahan perasaannya dan air mata yang terus mengalir.

“Umi, Haekal tidak pernah lupa dengan kepergian Kakak, walaupun saat itu aku baru 5 tahun, aku ingat ketika Ibu memelukku di rumah sakit ketika kakak meninggal.., tapi kita tidak bisa seperti ini terus Mi,” Haekal mulai menitikan air mata.

“Umi tidak bisa terus melarangku bermain, aku juga ingin berorganisasi dan punya banyak teman seperti yang lain, bahkan Umi tidak tahu kan kalau aku tidak punya teman dan selalu jadi bahan ejekan, cuma Alda yang mau jadi temanku, bahkan Alda satu-satunya yang tidak menertawakanku di kelas, berhentilah menangis Umi,  Mas Akbar di surga tidak akan senang melihat kita bersedih” Haekal melanjutkan dengan pelan.

Seketika suasana penuh tangis.

“Maafkan Umi nak, umi terlalu egois memikirkan diri Umi sendiri” Umi berdiri dan memeluk Haekal.

Kemudian Umi menghampiri Alda, memeluknya dna berkata lembut “ Tante tidak tahu betapa kuat dan tegarnya nak Alda, maafkan Umi.. Umi berjanji Umi akan belajar kuat dan lebih tegar seperti nak Alda”

Sebelum pulang mereka mendoakan Akbar.

“Alda tunggu…”

“Iyaa… kenapa Kal?”

“Em..Apa.. masalah hari ini bisa kita rahasiakan?”

Umi dan Alda memandang ke arah Haekal yang seperti cangung mengatakan sesuatu. Alda mengerti maksud perkataan Haekal tadi.

“Kal.. dimataku menuruti perintah Ibu itu adalah perbuatan mulia, Itulah alasanku tidak pernah menertawaknamu, tapi baiklah… asal traktir dulu ya.. he he ”

Kami bertiga tersenyum.